Hati-Hati Mencari Kebahagiaan

imageedit_6_3146320875
pixabay.com

Terinspirasi oleh fenomena sosial yang saya lihat setiap saat baik yang dijumpai langsung dalam masyarakat maupun melalui media cetak dan online, lalu sayapun menulis artikel ini dengan judul seperti di atas. Apa sih fenomena sosial itu ? Dia adalah gaya hidup atau life style sebagian masyarakat kita di era-era terakhir ini. Saya tidak mengatakan bahwa gaya hidup sebagai sebuah fenomena sosial yang tidak boleh ditiru atau dilakukan. Tetapi ada kecenderungan orang-orang menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tak peduli apakah cara yang mereka tempuh halal atau haram. Demi mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan yang bersifat materi dan hanya sementara sifatnya.

Benarkah dengan mendapatkan harta atau kekayaan berlimpah dari cara-cara yang tidak halal bisa membahagiakan mereka dalam arti sebenarnya ?  Jangan salah, dan harus berhati-hati dalam menggapai kebahagiaan. Sebab, jika salah dalam memilih cara menggapai bahagia, petualangan anda dalam mencari kebahagiaan akan berakhir dengan kekecewaan. Ada contoh, yang bisa kita ceritakan di sini bahwa ada orang atau sebagian orang yang berakhir kecewa, setelah petualangannya dalam mencari bahagia melalui korupsi, penipuan, pelacuran dan lain-lain, lalu ditangkap KPK atau polisi dan berakhir di penjara, entah berapa lama.

Padahal, kebahagiaan adalah hal yang amat sederhana. Karena dengan membangun pikiran positif dalam diri kita, maka bahagia itu segera kita gapai. Dan kebahagiaan adalah banyak bersyukur pada Tuhan yang telah memberikan banyak anugerah dan karunia-Nya pada kita.

Begitu pun Islam mengajarkan umatnya, bagaimana cara memiliki dan mencari harta. Seorang Muslim dilarang untuk mencari harta dengan cara menipu, korupsi, mencuri dan lain sebagainya, sebagaimana firman Allah berikut ini.

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”(QS. Al-Baqarah 2 : 188)

Sadarkah kita bahwa pada diri kita begitu banyak, lengkap dan sempurnanya nikmat itu diberikan, ada mata, telinga, otak, hati, jantung dan lain-lain. Sudahkah semua nikmat itu kita syukuri dan kita gunakan sesuai dengan peruntukannya ?

Terkait dengan rasa syukur, saya mengutip pendapat yang mengatakan bahwa, “Syukur itu penting. Ketika kita memilih dan membangun pikiran syukur, kita tidak hanya mengubah sudut pandang kita, tetapi juga keadaan menjalani rasa syukur tersebut. Bersyukur adalah cara yang sangat baik untuk mengubah “anggapan kegagalan” kita; syukur dapat menolong untuk mengeluarkan kita dari suasana hati yang murung, membawa kita kembali ke jalur yang tepat, dan membuat kita maju terus ke arah yang positif. Emosi dari syukur, singkatnya, mempunyai pengaruh yang ajaib terhadap cara kita memandang dunia dan kehidupan ini.” (Roni Ismail, Menjadi bahagia dalam 60 menit, hal. 12).

imageedit_22_5788432557
pixabay.com

Gaya hidup yang mengedepankan kemewahan materi sebenarnya hanyalah kesenangan dan kebahagiaan yang semu dan tidak sejati sifatnya.  Mungkin kita mengira kalau yang punya rumah mewah, mobil mewah itu lebih bahagia dari si pemulung yang setiap hari hanya dapat cukup untuk makan hari itu, belum tentu, demikian pula sebaliknya. Jadi, berhati-hatilah dalam mencari kebahagiaan.

Alhamdulillah, mari senantiasa bersyukur atas segala rahmat dan karunia yang Allah berikan pada kita hingga saat ini, agar tetap bisa merasakan kebahagiaan dalam hati kita, yaitu kebahagiaan yang sejati@..Wallahu a’lam.

Demikian coretan singkat, semoga bermanfaat, amien.

Munajat Tak Pernah Putus

Oleh: M.Anis Matta

imageedit_51_9447566304
Pixabay.com

Beginilah sang musafir, bila mulai terbangun dari tidur panjangnya. Ia mulai membersihkan wajahnya dengan wudhu dan menjalani hari-harinya dengan menujat yang tak pernah putus. Hatinya telah terbang tinggi ke langit dan terpaut di sana. Sementara kakinya beranjak dari satu tempat ke tempat lain dalam bumi, hatinya bercengkerama di ketinggian langit.

Kini, sang Musafir telah menyadari bahwa doa bukanlah pekerjaan sederhana. Doa bukanlah kumpulan kata yang kering. Doa bukanlah harapan yang dingin. Doa bukanlah sekadar menengadahkan kedua tangan ke langit.

Tidak! Kini, sang musafir menyesali mengapa ia terlambat memahami makna dan hakikat doa. Ternyata doa adalah “surat” dari sang jiwa yang senantiasa terpaut pada langit. Doa adalah rindu kepada Allah yang tak pernah selesai. Maka, setiap kata dalam doa adalah gelombang jiwa yang getarannya niscaya terdengar ke semua lapisan langit. Di sini, tiada tempat bagi kepura-puraan. Di sini, tak ada ruang bagi kebohongan. Begitulah jiwa sang musafir, terus berlari ke perhentian terakhir, ketika raganya masih berada dalam gerbong kereta waktu. Dengarlah munajat sang musafir. “Ya Allah, bantulah aku untuk senantiasa mengingat-Mu, mensyukuri-Mu, dan menyembah-Mu dengan cara yang baik.” (h.r. Abu Dawud dari Muadz bin Jabal)-

Persahabatan

imageedit_36_3099932659
Pixabay

Persahabatan, pertemanan atau perkawanan, itu adalah sebuah kata bahasa Indonesia yang bila dijadikan kata kerja menjadi bersahabat, berteman dan berkawan. Saya tidak atau belum tahu betul apa sebenarnya makna juga hikmah dibalik kata persahabatan. Tapi yang pasti, yang saya ketahui bahwa membangun persahabatan adalah sesuatu yang positif sifatnya. Terlepas dari apa maksud dan tujuan orang dalam membangun persahabatan itu sendiri. Di dunia maya yang kini sedang kita geluti begitu marak istilah ini muncul di berbagai komentar kita untuk menunjukkan rasa persahabatan ini. Seperti ucapan salam, salam kenal, salam persahabatan, salam hormat, salam takzim, salam untuk keluarga dan lain-lain.

Ada yang bilang atau kalau saya tidak salah, dalam satu puisi yang pernah saya baca di salah satu postingan teman mengatakan, bahwa pertemanan di dunia maya sekarang ini semakin marak, sementara dengan tetangga kiri-kanan jarang bertegur-sapa. Subhanallah, saya kira sebait puisi di atas adalah peringatan atau teguran yang sangat bermanfaat. Mengapa demikian, karena memang kecenderungan pola hidup atau gaya hidup manusia di era sekarang ini sedang mengarah atau bahkan sudah berada pada pola hidup yang individualistis dan hedonistis. Terutama dalam pola hidup dan gaya hidup masyarakat di perkotaan, yang mana sedikit demi sedikit akan merambat juga pada gaya hidup masyarakat pedesaan. Terkait dengan gaya hidup individualistik ini berikut saya mengutip pendapat seorang tokoh.

“Sikap individualistik tidak sejalan dengan nilai Islam. Dalam hidup bermasyarakat, Islam mengajarkan untuk hidup berdampingan secara harmonis, saling menghargai, toleran, dan tolong menolong,” seru Prof. Anas.Gaya hidup individualistik yang berujung pada materialistik kini telah merebak di Indonesia. Menurut Prof. Anas, gaya hidup ini lebih mengutamakan nafsu duniawi sebagai tujuan hidup. Akibatnya, kebahagiaan yang didapat justru hanya melahirkan sebuah kebahagiaan semu.”

Jadi, mari kita membangun pola hidup atau gaya hidup yang egaliter saja jangan yang individualistik, karena seperti kata beliau di atas bahwa gaya hidup individualistis tidak akan menghasilkan kecuali hanya kebahagiaan yang semu.

Kemudian terkait dengan arti atau makna dari kata pertemanan atau persahabatan saya mengutip dari http://www.bacaislam.com.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Maukah aku tunjukkan pada kalian tentang sesuatu yang derajatnya lebih utama daripada sholat, puasa, sedekah?”

Para sahabat: ‘Mau, wahai Rasulullah!’
Beliau saw: “perbaiki pergaulan, karena rusaknya hubungan baik berarti mencukur, aku tidak mengatakan mencukur rambut, tapi mencukur AGAMA”
(HR At-Tirmidzi)
Seorang ulama  mengatakan :
  1. Seorang sahabat adalah orang yang tidak ingin dirimu menderita, akan terus memberimu semangat ketika engkau sedang terpuruk.
  2. Tidak ikut mencaci ketika orang lain mencacimu.

Lalu bagaimana kriteria sahabat yang baik?

Lukman alhakim menasihati anaknya:
  1. Wahai anakku setelah kau mendapatkan keimanan pada Allah, maka carilah teman yg baik dan tulus..
  2. Perumpamaan teman yg baik seperti “pohon” jika kau duduk di bawahnya dia dpt menaungimu, jika kau mengambil buahnya dpt kau makan.
  3. Jika ia tak bermanfaat untuk mu ia juga tak akan membahayakan-mu.

Kembali pada fokus pembicaraan kita tentang persahabatan, bahwa kita dalam hidup bisa bersahabat atau berteman dengan siapa saja, kapan saja  dan di mana saja. Mau di dunia maya atau dunia nyata yang penting dalam membangun persahabatan adalah dengan niat yang baik, syukur-syukur punya niat berteman karena Allah shubhanahu wata’ala dan berharap untuk mendapatkan pahala di akhirat kelak, yakni sama-sama diperkenankan untuk memasuki surga-Nya. Karena sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits, bahwa ” Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niat.” Jadi, peranan niat dalam segala amal ibadah kita sangatlah vital.

Karena itu, kita bersahabat di mana saja dengan siapapun asalkan dengan niat seperti yang dijelaskan di atas adalah sesuatu yang baik (positif). Dan bagi saya, justru ada nilai plus bagi yang juga membangun persahabatan di dunia maya dari sekedar hanya punya sahabat atau teman di dunia nyata. Asalkan, sekali lagi dengan niat yang baik dan mengharapkan ridho dan kasih sayang dari Allah shubhanahu wata’ala. Wallahu a’lam.

Demikian catatan singkat saya mengenai persahabatan, mudah-mudahan bermanfaat. aamien.

Ingat Dan Pelihara Selalu Tujuan Baik

imageedit_1_3529510941
pixabay.com

Bismillaah Hirahmaanir Rahiim

Setiap orang pasti akan pergi meninggalkan rumah, entah karena ada kebutuhan yang amat penting atau karena hanya sekedar berjalan mengitari rumah atau komplek di lingkungan tempat tinggal kita. Oleh karena itu, melangkahkan kaki meninggalkan rumah, entah untuk jarak yang cukup jauh atau hanya beberapa langkah saja hendaknya selalu dalam bingkai kebaikan. Karena kebaikan itulah yang akan menjadikan setiap langkah dalam perjalanan kita akan bernilai pahala.

Bukan hanya itu, perlindungan Allah swt atas keselamatan kita pun akan selalu turut serta dalam setiap langkah kita di luar rumah.

Rasulullah saw bersabda, “Tidak seorangpun yang keluar dari rumahnya kecuali ada dua panj-panji (yang mengiringinya), salah satu di antaranya berada di tangan malaikat. Sedang yang lainnya berada di atangan syetan, Maka jika keluarnya untuk sesuatu urusan yang diridhoi Allah swt, ia akan diiringi oleh malaikat dengan panji-panjinya. Demikianlah ia akan selalu berada di bawah panji-panji malaikat sampai ia kembali ke rumah. Sebaliknya jika keluarnya untuk sesuatu hal yang dimurkai Allah, maka orang itu akan diiringi syetan dengan panji-panjinya. Dan demikianlah ia akan selalu di baah panji-panji syetan sampai ia pulang kembali ke rumahnya.” (HR.Ahmad dan Thabrani)

Hadits di atas tidak saja menegaskan pentingnya niat dan maksud baik sebelum melangkah, tetapi juga mengandung pengajaran agar kita senantiasa menjaga dan memeliharanya. Karena dengan mengingat dan memelihara niat dan maksud baik, tentu kita juga akan terpelihara dari pertarungan-pertanrungan yang banyak bertebaran di sepanjang jalan-jalan yang kita lalui dan tempat-tempat yang kita singgahi. Dan tentu pula kita tidak ingin langkah-langkah kita yang tadinya telah disertai dengan niat dan maksud baik, menjadi sis-sia dan ternoda oleh pertarungan-pertarungan yang remeh-temeh. Oleh karena itu, tetaplah mengingat dan memelihara niat baik yang telah kita pasangkan sejak awal di hati kita.

Al Qur’an memberikan contoh sebuah niat dan amal yang baik, yang kemudian rusak oleh pertarungan yang sia-sia. Allah berfirman, “Dan apabila mereka melihat perniagaan dan permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka meninggalkan kamu yang sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dari permainan dan perniagaan,” dan Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS.Al Jumu’ah: 11)

Pertarungan sia-sia karena sebab yang sepele, di luar sana sungguh banyak. Dan sejatinya kitapun sudah mengenalnya dengan baik, karena hidup kita yang barangkali setiap hari tidak pernah lepas dari menyusuri jalan-jalan yang panjang; untuk mengais rezeki, berdagang, menuntut ilmu, mengajar, berdakwah, dan sebagainya.

Berada di luar rumah untuk tujuan-tujuan itu, hendaknya semua berada dalam lingkaran kebaikan, yang harus terus terpelihara dengan kebaikan pula; yaitu dengan mengingat dan memelihara niat awalnya. Maka itu, sikap ini harus terus-menerus terpelihara dengan baik… Catatan ini dimaksudkan untuk mengingatkan diri saya pribadi, dan tentu saja pastilah untuk mengingatkan kita semua, semoga bermanfaat.

Source : Tarbawi-Edisi 149/15 Pebruari 2007<